Pemikiran

TESIS-TESIS TENTANG AGAMA, TUHAN DAN NEGARA

Sebuah Analisa Mendalam

Oleh : T. Arif Hidayat Malik**

 

Pengantar
Siapa tidak risau melihat kenyataan yang terjadi di Indonesia.
Ada berbagai agama besar dengan umatnya yang besar (terutama Islam), namun kasih sayang, ketentraman, kesejahteraan, kebenaran dan keadilan malah nyaris tidak ada. Atau justru sebaliknya, kekerasan, kerusuhan, pembunuhan, ketidak adilan, kriminalitas, keterbelakangan, kemiskinan, ketidak jujuran, kemunafikan, korupsi, kolusi, dan berbagai pelanggaran HAM justru marak terjadi di Indonesia; dan barangkali mencapai index prestasi nomor wahid didunia. Apalagi Insiden Monas yang terjadi hari Minggu, 1 Juni 2008 (bertepatan dengan Hari Kesaktian Pancasila), dimana Massa Kelompok Laskar Islam (KLI) dan Front Pembela Islam melakukan serangan secara membabi buta terhadap aktifis Aliansi Kebangaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKK-BB). Semakin memperburuk citra Islam dimata dunia.

Timbul pertanyaan , apanya yang salah?. Mengapa semua begitu mudahnya atas nama agama dan Tuhan melakukan pengrusakan, penghancuran, pemukulan bahkan pembunuhan.  Berikut ini adalah tesis-tesis yang merupakan butir-butir analisis yang mendalam tentang Agama, Tuhan, dan Negara (sebuah konfigurasi yang senantiasa menguras energi untuk menerangkannya), yang diharapkan dapat menjadi salah satu sumber untuk mengatasi kerisauan diatas dan menjadi bahan renungan kita bersama.

 

TESIS  I

TUHAN ITU TIDAK BERAGAMA

Jadi Ia berlaku adil bagi semua manusia. Agama adalah sekedar sarana untuk mengenalkan Tuhan, namun Tuhan sendiri tidak beragama.


TESIS II

PENCAPAIAN PUNCAK PEMAHAMAN AGAMA ADALAH RELIGIOSITAS

Salah satu definisi umum tentang religiositas adalah sikap hatinurani, batin dan pikiran manusia yang selalu diarahkan kepada perbuatan baik, kasih sayang, kebenaran dan keadilan. Religiositas setingkat lebih atas daripada beragama. Religiositas dapat diperoleh tanpa melalui agama ansich, tapi dapat dengan jalan lain diluar agama ansich. Dia diperoleh terutama dari pengalaman ketersingkapan. Ibarat kuliah, ini adalah Philosophy Degree atau gelar Doktor. Setelah bergelar Doktor, maka ilmu lebih penting daripada almamaternya. Kalau baru taraf kuliah, seorang mahasiswa masih suka memamerkan identitas universitasnya; ia suka petentang-petenteng dengan jaket almamaternya. Kalau seorang sarjana yang sudah bekerja masih tersekat oleh almaternya, dan setiap kekantor pakai jaket almamaternya, betapa kantor itu akan menjadi ajang sikut-sikutan antar universitas, dan betapa menyedihkan jiwa orang itu (yang terbelenggu oleh almamaternya)! Demikian pula dengan agama, intisari agama yaitu Tuhan dengan sifat dasar Nya (“Maha Adil, Pengasih dan Penyayang”) menjadi lebih penting daripada agama itu sendiri, atau bahkan agama menjadi tidak dominan lagi sekedar seperti almamater saja. Jadi, kalau sudah mumpuni keagamaan seseorang, bukan agamanya yang penting, melainkan religiositasnya yang amat sangat penting. Ia tidak lagi tersekat-sekat oleh kotak sempit yang disebut agama.

 

TESIS III

KETERBATASAN KITAB SUCI

Agama berbasis kitab suci. Dengan demikian, agama mempunyai keterbatasan yang cukup mencolok seperti disebutkan dalam kitab-kitab suci Al-Quran dan Injil. Misal dalam Al-Quran ditandaskan bahwa apabila semua ajaran Allah SWT dituliskan, maka tinta sebanyak samudera rayapun tidak akan mencukupi. Demikian pula dengan Injil yang menandaskan apabila semua ajaran Isa Almasih dituliskan maka dunia beserta isinya pun tidak akan bisa memuat. Dikatakan bahwa Allah adalah Maha Besar atau Maha Tak TERBATAS; mana mungkin sesuatu yang Tak Terbatas (Allah, milyaran tahun) cukup dijelaskan oleh satu orang saja yang SANGAT TERBATAS (para nabi, yang umurnya mencpai k.l. 80 tahun)! Jika Allah itu dari minus tak terhingga (alpha, tak tahu kapan awalnya) dan berakhir di plus terhingga (omega, tak tahu kapan berakhirnya), maka seorang manusia yang hidup di suatu range (daerah) umur yang sangat terbatas (katakan 80 tahun) adalah tidak mungkin menjelaskan secara tuntas sesuatu yang tak terhingga (milyaran tahun)! Bumi dan alam semesta sudah milyaran tahun, dan masih milyaran tahun lagi, maka seribu, sejuta atau bahkan semilyar nabi disertai ilmuwan tidak akan pernah selesai mempelajari alam semeata dan Tuhan! Jadi, ke “Mahabesaran Tuhan” tidak mungkin cukup diwadahi dalam buku setebal/setipis kitab suci. Ke “Mahabesaran Tuhan” juga tercermin pada luas dan dalamnya ilmu pengetahuan.

 

TESIS IV

PEMAHAMAN AKAN TUHAN BELUM SELESAI DAN TIDAK AKAN PERNAH SELESAI.

Banyak orang bijak berkata: “bukan agama yang dicari, melainkan kitab sucinya sebagai sumber agama yang dicari; dan bukan kitab suci yang sangat terbatas itu yang dicari melainkan kebenaran atau Tuhan yang selalu dicari”. Kitab suci (yang tipis sekali) beserta para nabinya adalah sangat terbatas seperti ditandaskan sendiri dalam ayat-ayatnya seperti telah diuraikan diatas. Disamping itu, para nabi terebut. hidup dimasa lampau dan singkat (puluhan tahun), sedangkan Tuhan beserta kebenaranNya adalah tidak terbatas waktu dan tempat serta mengacu kemasa depan (samapi dengan saat saja, bumi diduga sudah milyaran tahun umurnya!). Sebagai gambaran KEMAHABESARAN TUHAN: Seorang ahli komputer merumuskan suatu hukum yang disebut hukum Moore; ia menyatakan bahwa setiap delapan belas bulan akan terjadi lompatan teknologi dibidang teknologi informasi. Ia benar, ternyata komputer berkembang dari XT, AT, …., Pentium 4; demikian pula software: dari DOS, Windows 98, …, Windows XP. Manusia pun terus berkembang, dari jaman batu sampai jaman ini yang ditandai teknologi informasi dan rekayasa genetika. Ilmu Fisika tidak hanya berhenti pada hukum gravitasi Newton, melainkan terus berkembang misalnya teori relativitas Einstein, teori big bang, teori fusi, cloning, nano technology, dsb.

 

Buku ensiklopedi yang berjilid-jilid dan tebal sekali, setiap tahun harus di update mengingat hampir setiap hari ada penemuan baru di laboratorium riset di seantero dunia. Kalau ilmu pengetahuan, komputer berikut softwarenya, dan ensiklopedi beserta manusia penciptanya saja berkembang terus menerus dan secara cepat, apalagi Tuhan YME! Oleh sebab itu, Tuhan beserta kebenaranNya adalah dinamis, bukan statis, serta lebih banyak bergerak mengacu ke masa depan, dan tidak terlampau sering menoleh kebelakang; dengan demikian Tuhan adalah bukan milik atau dominasi sesuatu agama (yang seolah-olah hanya berbasis sesaat dimasa lampau), melainkan milik ruang dan waktu yang tidak terbatas dan tidak terhingga! Agama yang baik akan selalu ingin mencari tahu rahasia Tuhan yang belum terkuak; bukannya terus-menerus membelenggu, membatasi atau melecehkan Tuhan dengan mengatakan: Untuk mempelajari dan menghapalkan ke Maha Besaran Tuhan yang Tak Terbataskan, cukup melalui satu buku tipis saja yang disebut kitab suci; Tuhan itu cukup PC XT titik (statis) bukan Pentium 5 beserta penerusnya (Pentium X, dinamis, tak tahu sampai seri berapa nanti), Tuhan itu cukup DOS bukan Windows XP, Tuhan itu cukup jaman dulu dan tidak punya masa depan! Agama yang negatip hanya berkutat pada nabi-nabinyanya yang sudah dahulu kala, dan menganggap pemahaman terhadap Tuhan sudah dianggap selesai, kemudian nabi utamanya begitu dibesar-besarkan seringkali melebihi Tuhan itu sendiri; sehingga agama menjadi Maha Tak Terbatas (mengenal Tuhan cukup dengan belajar satu agama saja), sedangkan Tuhan menjadi Maha Terbatas (cukup dijelaskan oleh satu kitab suci setebal kurang lebih 1000 halaman); pusat ibadat dan puja-puji lalu diarahkan kepada nabi-nabinya. Umat beragama lalu malas membaca hal-hal yang baru terutama science, sehingga menjadi terbelakang dalam berbagai segi kebudayaan.

 

Agama ditilik dari sisi organisasi dapat berbeda tujuan dengan kitab suci sumber agama itu sendiri. Kitab suci sudah menandaskan dan menyadari keterbatasan dirinya (buku setipis itu), dan KETIDAK terbatasan Tuhan; sedangkan agama dilihat dari sisi organisasi, terus menerus mengatakan “Pelajaran tentang Tuhan sudah selesai, yaitu Kitab suci KITA, jadi jangan membaca kitab suci yang LAIN, apalagi pindah agama, tetaplah taat-setia kepada agamamu (=KAMI, para pengurus organisasi agama)”. Oleh agama yang statis-beku-kaku, kita bagaikan diminta untuk terus menerus menggunakan komputer XT dengan DOS, dan dilarang mempelajari atau menggunakan komputer Pentium 5 dengan WINDOWS XP atau LINUX, kita bagaikan diminta untuk terus menerus mempelajari hukum Newton, dan dilarang mempelajari fisika modern (temuan baru); kita bagaikan terusmenerus disuruh menoleh kebelakang dan tidak diperkenankan melihat kedepan! Jadi, agama yang kaku-beku-statis justru membatasi Tuhan dan membatasi sesama manusia (tersekat-sekat atas nama agama) serta justru dapat menjadi sumber krisis kebudayaan. Agama yang baik diharapkan menghasilkan manusia yang religius, sekaligus cerdas dan selalu ingin lebih tahu lebih banyak lagi tentang hal yang baru (termasuk agama baru). Manusia religius tidak akan terbelenggu oleh agama, maka ia tidak takut berdoa di rumah ibadah apapun (sesuai caranya sendiri), entah itu kelenteng, mesjid, gereja, pura, vihara, dst.; sebab ia paham bahwa Tuhan tidak dapat dibatasi oleh ruang dan waktu dan pemahaman akan Tuhan adalah proses belajar yang tak akan pernah selesai. Ia juga akan selalu tertarik dan mengikuti perkembangan agama-agama baru serta science yang baru.

 

TESIS V

TUHAN ITU DEMOKRATIS, SEDANGKAN AGAMA SERINGKALI OTORITER.

Tuhan tidak melarang manusia untuk tidak beragama, karena Tuhan sendiri pada dasarnya tidak beragama. Tuhan mengharapkan agar manusia mencapai pemahaman tertinggi yang disebut religiositas melalui berbagai sarana seperti agama, “agama lokal” (misal Kejawen), dan ilmu pengetahuan. Keotoriteran agama nampak pada keinginan mau menangnya sendiri seperti melarang berbagai hal yang tidak sepaham dan ingin menjadi anak emas dinegara yang majemuk/pluralis! Dinegara maju, apa saja boleh dan justru dianjurkan untuk diperdebatkan (termasuk keyakinan), asal debatnya bermutu dimana kaki dan tangan (kelahi) tidak boleh ikut dipakai dalam adu gagasan! Tuhan itu Maha Cerdas, Maha Cerdas pasti suka debat, bukan main sweeping, larang-melarang, dan otoriter. Jadi seseorang yang cerdas pasti suka debat, karena debat mengakibatkan kemajuan. Memang, ada kemungkinan agama akan ambruk oleh adanya demokrasi, rasionalisasi, kebebasan berpendapat dan debat, seperti ambruknya gereja Katholik di Eropa pada sekitar abad 18 an.

 

Monopoli dan otoritarian ajaran agama oleh pemuka agama menyebabkan posisi mereka tidak tergoyahkan dinegara berkembang. Tidak mengherankan bila di Timur Tengah yang penuh dikuasai kyai, ulama dan raja, takut setengah mati dengan demokrasi, rasionalisasi, dan kebebasan berpendapat. Pemuka agama seringkali memonopoli kebenaran dan takut berdebat untuk adu gagasan atau bersaing dengan kebenaran yang lain yang lebih modern; umatnya pun selalu di brain wash dengan mengatakan bahwa keyakinan tidak boleh diperdebatkan; atau untuk mengunci terjadinya perdebatan lalu berkilah: keyakinanmu adalah keyakinanmu, keyakinanku adalah keyakinanku! Bukankah ini semua demi kelanggengan kedudukan para pemuka agama itu sendiri dan agar umatnya tidak terpikat oleh pengetahuan baru tentang Tuhan? Bukankah umat yang besar jumlahnya juga identik dengan income (zakat/persembahan) yang besar pula bagi para pemuka agama? Mengapa Tuhan Yang Maha Cerdas dianggap bodoh, tak boleh didebat, dan Tuhan diangap takut akan demokrasi, rasionalisasi, serta kebebasan berpendapat? Pemuka agama takut debat, lalu mereka mengatas namakan Tuhan bahwa Tuhan tidak suka debat, keyakinan adalah harga mati – atau sesuatu yang beku, kaku dan statis, buku2 yang sangat kritis terhadap agama (dan penyalah gunaan agama) dilarang bahkan disweeping, aliran kepercayaan yang baru dan lebih modern dimatikan; dengan demikian kelompok ini menganggap Tuhan adalah sangat lemah, sehingga perlu dibela mati-matian

 

TESIS  VI

AGAMA ADALAH SESUATU YANG ABSTRAK DAN SULIT DICERNA

Oleh sebab itu sebaiknya tidak diberikan kepada anak-anak yang belum dewasa (disekolah dasar), apalagi dipaksakan sebagai pendidikan agama. Agama adalah persoalan individu dan merupakan kebebasan untuk memilih). Agama sebagai pengajaran (knowledge) adalah penting dan perlu diajarkan (misalnya keanekaragaman agama beserta ciri mereka masing-masing). Sebaiknya agama sebagai pendidikan (untuk menarik pengikut baru) diberikan kepada manusia dewasa, waktu belum dewasa cukup diberikan budi pekerti. Kalau sejak kecil sudah dicuci otak dengan agama, maka hasilnya mirip Indonesia saat ini. Bukan kekeluargaan atau kasih sayang melainkan kecurigaan, ‘keterkotakan’ (SARA), tidak pandai/biasa berdebat, kalau debat cepat marah, sulit menerima kekalahan, beku, kaku dan bahkan ini bisa menjadi cikal-bakal kekerasan nanti disaat dewasa.

 

Dinegara modern seperi USA, Jepang, Korsel, Taiwan, Inggris, Australia, dst., agama memang tidak boleh diberikan pada anak-anak SD/SMP/SMA (sekolah negeri) sebagai pendidikan (kecuali sekolah yang berafiliasi dengan agama tertentu), namun sebagai pengajaran (transfer of knowledge) yang mengajarkan berbagai agama beserta karakteristiknya diperbolehkan, pendidikan agama adalah merupakan tanggung jawab orang tua. Untuk anak, yang lebih baik dan lebih penting adalah budi pekerti (hubungan horisontal-antar sesama manusia, jadih lebih riel; agama: hubungan vertikal dengan Tuhan, lebih abstrak). Budi pekerti mengajarkan sopan-santun, taat hukum, menghargai alam dan isinya, keadilan dan hidup bersosial secara baik. Benarkah dan pernahkah Nabi Muhammad SAW dan Nabi Isa mengarahkan agama kepada anak-anak? Tidak kan? Oleh sebab itu, para pemuka agama hendaknya mengasihani para anak-anak dengan tidak membebani otak mereka dengan pengetahuan yang belum saatnya (abstraksi yang sulit); dan yang lebih penting dan mendasar adalah: agama syarat dengan dogma-dogma yang beku-kaku, bila diajarkan secara kurang tepat dan bijak justru akan membelenggu kecerdasan anak-anak, bahkan justru anak-anak akan mulai terkotak-kotak sejak dini, hal ini akan menimbulkan dan menyuburkan falsafah: right or wrong for my religion, yang pada akhirnya akan menghasilkan kelompok fundamentalis yang merupakan salah satu bahan awal dari terorisme! Selain itu, mereka menjadi kurang kritis, pasif, tidak pandai debat, dan kalau debat mudah marah (apalagi kalau kalah)! Adalah lebih bijaksana apabila manusia dewasa dibiarkan memilih agamanya sendiri , tanpa paksaan, setelah dewasa!

 

TESIS  VII

AGAMA BUKAN JAMINAN MORALITAS, KESEJAHTERAAN, KEDAMAIAN DAN KEADILAN.

Bahkan kadang-kadang agama justru dapat melunakan moral, etika dan hukum suatu negara melalui persepsi yang salah. Lihat saja, ada berbagai agama besar di Indonesia, namun persaudaraan, perdamaian dan keadilan justru tidak ada; yang marak justru kekerasan, kerusuhan, KKN dan pelanggaran HAM. Para elit (militer, politik dan birokrat), yang notabene berpendidikan tinggi justru merupakan sebab utama kehancuran bangsa Indonesia. Yang diatas rajin korupsi namun bebas dan terhormat, yang dibawah: begitu menangkap pencuri ayam langsung dibakar begitu saja! Demikian pula yang terjadi dengan di negara-negara yang kental sekali agamanya, seperti negara-negara berbasis Nasrani: Amerika Latin (Colombia, Argentina, Chilie, Bolivia, Brasil), Philipina; dan negara-negara berbasis Islam: negara-negara di Timur Tengah (Arab Saudi, Mesir, Suriah, Aljasair, Maroko), Sudan, Nigeria, Pakistan, Afganistan, dst. TKW kita di Timur Tengah yang sering mengalami penyiksaan dan perkosaan juga dapat menjadi salah satu bukti nyata (frekwensi perkosaan tertinggi). Mengapa hal ini terjadi? Jawabnya, dalam hal ini, agama seolah-olah menekankan dan mengeksploitasi sifat Tuhan yang hanya sebatas Maha Pengasih, Penyayang dan Pengampun; sifat Maha AdilNya sengaja dihilangkan/dilupakan.

 

Misalnya saja keyakinan bahwa apapun atau berapapun berat dosanya jika: -percaya Yesus dosanya akan diampuni dan masuk surga (agama Nasrani); atau – jika berpuasa secara benar atau meninggal di Mekah atau malam Laitul Kadar (malam seribu bulan dimana surga akan terbuka penuh) maka dosa satu tahun akan diampuni dan masuk surga. Dengan konsep mengobral harga “surga” semurah dan semudah itu, agama berupaya menarik minat calon pemeluk. Namun akibatnya justru negatip, tidak heran bila negara-negara dengan agama yang kuat (tapi beku pemahaman) justru menjadi sumber KKN dan pelanggaran HAM! Agama justru dapat menjadi sumber krisis etika dan moral! Sebagai contoh kongkrit perilaku para agamawan dibumi nusantara, para koruptor kelas kakap, yang tinggal diperumahan-perumahan elit/eksklusip, adalah donatur penting bagi kegiatan sosial atau keagamaan; pemuka agama dan masyarakat disekitarnya tidak pernah mempertanyakan darimana para pejabat tinggi negara itu mempunyai dana lebih; atau justru sebaliknya, para koruptor ini dijadikan teladan kedermawanan lalu disanjung-sanjung! Demikian pula, melalui acara televisi, etika dan moral generasi muda terus-menerus dirusak setiap harinya: TV kita hanya memperlihatkan dan mementingkan wajah-wajah yang cantik, bagus, rupawan, seksi dan kayaraya, darimana asal kekayaan itu diperoleh tidak pernah digubris, tidak pernah ditayangkan adanya pejabat yang korup, polisi yang busuk, dan jaksa yang kolusi, melalui film-film di TV: Indonesia bak surga karena negara dipenuhi oleh manusia-manusia rupawan yang kaya raya, agamis, jadi negara seolah-olah bersih dari KKN dan pelanggaran HAM! Seharusnya sifat Maha Adil lebih ditekankan, agar manusia (pejabat) berpihak ke rakyat jelata yang tertindas, dan menuntut para oknum pelaku KKN dan pelanggar HAM dimuka hukum. Jadi sebelum hukum horisontal (antar sesama manusia) terlunaskan/termaafkan, maka oknum tsb. tidak akan mungkin masuk surga (hukum vertikal).

 

Ulama, pastor, begawan, biksu dan pendeta harus menandaskan bahwa kejahatan manusia juga harus dipertanggung jawabkan dahulu didepan manusia (pengadilan), jadi tidak hanya vertikal melainkan horisontalpun penting (sifat Maha Adil itu lebih mengarah ke horisontal atau sesama manusia dan ini penting sekali)! Mereka harus rajin ke DPR/DPRD, Kejagung, presiden, dst., dalam hal membela kebenaran/moral, tanpa harus berpolitik praktis, mereka harus merasa malu dengan daya juang para mahasiswa/LSM dalam hal pembelaan moral dan kebenaran! Mereka, para agamawan, juga harus malu kepada seorang wanita ceking yang gigih membela manusia melarat dan tertindas, yang bernama Wardah Hafidz dan Dita Sari, atau pria ceking-kecil bernama Munir, yang tidak takut mengorbankan keamanan, kenyamanan bahkan hidupnya! Mana ada ulama, pastur, pendeta atau biksu, yang turun tangan membela tukang becak, penjual asongan, buruh, tki/tkw, dst., secara nyata? Mana ada dari mereka yang menuntut tuntasnya kasus BLBI, tragedi Mei 98, Trisakti, Priok, Kudatuli, KKN, uang hibah haram, pelurusan sejarah 1965, korban cucu-cicit PKI, membela buruh dan TKI/TKW, dst.? (seandainya ada, jumlahnya hanyalah minim sekali, kurang dari 1%, alias satu orang dari seratus pemuka agama!). Sebaliknya, pandanglah negara RRC yang komunis, yang justru menampilkan kesejahteraan, kedamaian dan keadilan; koruptor kelas kakap diburu sampai dengan liang kuburnya dan kalau ketangkap dengan tegas diadili kemudian ditembak mati. Kesejahteraan yang timbul dalam agama seringkali hanya terjadi pada para birokrat (pemimpin/pengurus) agama itu sendiri (karena zakat/derma). Penegakan hukum (legal formal) lebih menjamin tingginya moralitas dan pertumbuhan ekonomi, yang pada akhirnya akan memberikan kesejahteraan, kedamaian dan keadilan bagi rakyat, bila dibandingkan dengan buaian agama yang memabokan.

 

TESIS  VIII

AGAMA HARUS MENGHORMATI DAN MENGEMBANGKAN BUDAYA SETEMPAT.

Semua agama besar di Indonesia berasal dari luar negeri, maka bias budaya pasti ada. Artinya, budaya asing mendompleng agama akan masuk dan mempengaruhi budaya lokal. Alangkah sedihnya kita, apabila di jalan Malioboro, seorang menyapa dengan Amitaba … (Budha, bhs. Cina), lalu dijawab yang lainnya dengan Assalam ….. (Islam, bhs. Arab), kemudian ada lagi yang menyahut Syallom …. (Kristen, bhs. Yahudi), tak ketinggalan ada yang berkata Hong wilaheng …. (Hindu, bhs. Hindi); kemudian ada yang menjawab secara rasional, sopan dan nasionalis: Selamat Siang. Demikian pula dengan budaya berpakaian, alangkah sedihnya apabila blangkon dan surjan Yogya terdesak oleh pakaian Arab atau sari India. Memeluk agama asing haruslah tidak boleh mengorbankan budaya setempat. Yang paling menakutkan adalah penjiplakan cara berpikir dan berperilaku, misalnya menganggap ilmu pengetahuan dan teknologi itu “setan” yang harus dijauhi, dan kekerasan demi pembelaan agama, konsep yang salah “right or wrong for my religion” (sisi “wrong” sangat berbahaya bagi kesehatan nurani). Agama yang baik semestinya dapat berperan untuk mempengaruhi kebudayaan suatu suku atau bangsa kearah yang lebih baik. Alm. Mochtar Lubis dalam bukunya yang best seller di tahun 1977 (judul: Manusia Indonesia) mengkritisi secara habis-habisan budaya negatip manusia Jawa (sang mayoritas) yang: munafik, enggan bertanggung jawab, feodal, percaya takhyul/mistis, berkarakter lemah, suka KKN, pelupa, tidak tahu malu, cuek, dst. Dalam konteks negara, agama yang baik semestinya bisa menghapus atau menipiskan kelemahan budaya suatu bangsa. Namun sayang, di Indonesia, peran agama justru kebalikannya, terbukti bangsa ini tidak bisa melepaskan diri dari sumber dari segala sumber krisis yaitu krisis moral dan kebudayaan! Bayangkan bila nalar kita tidak kritis diberbagai bidang, pinjaman uang (utang) luar negeri yang bersyarat telah membelit kita, kurs nilai mata uang yang jauh dari keadilan telah menjajah kita, konglomerasi perusahaan multi nasional dan budaya asing yang lewat agama telah mendominasi budaya kita, lalu kita mau jadi bangsa apa? Adalah sayang sekali, kebanyakan agama yang ada justru meninabobokan kemudian secara halus-terselamur menggusur kebudayaan kita!

 

TESIS  IX

AGAMA MUDAH DIPERALAT.

Oleh para elit politik maupun penipu biasa, agama sering diperalat. Kedunguan manusia telah mengubah ajaran suci Tuhan melalui para nabi menjadi belenggu bagi umat beragama. Dan sejarah juga sering menjadi saksi bagaimana penguasa politik, militer, birokrat, ekonomi maupun agama bahu-membahu mendungukan manusia agar dapat dikuasai oleh ambisi-ambisi mereka.Kesetiaan dan ketaatan hampir seratus persen kepada Tuhan melalui agama disalah gunakan oleh ‘manusia cerdas tapi jahat’. Antara Agama dan partai politik sudah sulit dibedakan. Antara filsafati yang suci bersih dan politik yang hitam kelam bercampur baur. Umat beragama bingung, apakah ia sedang mendengarkan sabda Tuhan atau orasi politik yang ulung dari seorang Dai (misalnya Dai sejuta umat), atau apakah ia sedang ada di mesjid atau sedang ada di kantor partai politik? Awas, jika para politisi di Jakarta ahli mempolitisir agama, apalagi para pakar politik Barat yang bagaimanapun kita harus akui kualitasnya lebih unggul daripada para politisi kita, mereka pasti juga ikut dan lebih pandai menggunakan jurus politisasi agama; misalnya saja agar Indonesia terjebak dalam persoalan agama atau agar bangsa Indonesia mendem/mabok agama (semuanya mau diselesaikan dengan agama!) dengan demikian laju perkembangan IPTEKnya dapat dihambat. Dengan politisasi agama, kasih sayang dimanipulasi menjadi kekerasan dan bahkan pembunuhan, misalnya jihad bom bunuh diri dimana pelakunya dijanjikan pahala yaitu surga. Lihatlah fakta kekerasan dan pembunuhan di negara2 yang agamis seperti: Colombia, Argentina, Aljasair, Afganistan, Mesir, Sudan, Pilipina, Indonesia, Bosnia, Yugoslavia, dst. Lihatlah bagaimana mantan presiden Suharto yang tidak lulus SMA dengan begitu indahnya mempercundangi para akademisi (mahasiswa dan dosen yang notabene adalah bergelar profesor/doktor) di UI, ITB, UGM, IPB, dst., dengan menaklukan/membelokan reformasi melalui politisasi agama (sebagai salah satu strategi save exit yang ampuh; tentang hal ini, harap baca artikel yang lain).

 

 

TESIS X.

AGAMA DAPAT MENGHAMBAT KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI (IPTEK).

Lihatlah sejarah Eropa diabad 17 an. Agama Katholik saat itu sering menghukum ilmuwan, dengan alasan ilmuwan itu membuat pernyataan yang dianggap bertentangan dengan isi Injil. Ilmuwan besar yang dikucilkan antara lain adalah Copernicus, Galileo, Columbus, dan Darwin. Pada abad itu ketika agama Katholik begitu dominan (namun beku, kaku dan statis), Eropa justru mengalami jaman kegelapan. Sekarang, lihatlah perbedaan antara negara Amerika Latin (yang dominan agamanya) dan USA serta Kanada (yang dominan religiositasnya dan ilmuwannya). Sangat kontras sekali, misalnya saja antara USA dan Meksiko yang berbatasan. USA sangat modern, makmur, tentram, sebaliknya Meksiko, padahal mereka sama2 pendatang dari Eropa. Negara-negara Islam juga sama saja, katakan saja Turki, Bosnia, Albania adalah negara2 Islam paling modern, ternyata masih jauh tertinggal dibelakang negara2 Eropa dalam IPTEK, demokrasi dan kemakmuran. Selama pemahaman agama itu masih sempit (fanatisme agama, bukan religiositas), maka selama itu pula negara akan terjebak dalam hiruk pikuk eforia agama. Kita juga dibuat tercengang dengan para ilmuwan negara komunis, misal RRC, mereka maju pesat, misal sudah dapat mengirim astronot ke ruang angkasa, lihat pula negara kita yang dibanjiri otomotif produk mereka dengan harga yang sangat murah (sebab di RRC hampir tidak ada KKN). Berapa ribu jam belajar yang sudah dihabiskan oleh anak-anak SD untuk “menghapal” hal yang belum saatnya dipelajari (agama beserta bahasa asing dan budayanya)? Bukankah anak2 itu ibarat di “brain washing” sehingga daya kreativitas dan daya saing mereka untuk tingkat dunia menjadi rendah sekali. Karena cara mengajarnya yang kebanyakan doktriner, akibatnya para siswa menjadi kaku, pasip, tidak kreatip, tidak bisa debat, gampang marah kalau debat, dan tersekat-sekat. Hasilnya apa? Toh mirip P4, PMP, dst. Selain itu, setamat SD, kita masih harus menghabiskan sekian ribu jam pelajaran lagi untuk belajar dan mengejar ketertinggalan dalam bahasa Inggris, lalu kapan SDM kita bisa maju kalau kita tidak effisien dalam menggunakan waktu dalam pendidikan (porsi agama terlampau banyak)?

 

TESIS  XI

SEMAKIN RUSAK MORAL BANGSA ITU, AGAMA SEMAKIN LAKU, DAN HINGARBINGAR KEMUNAFIKAN BERAGAMA SEMAKIN LUAR BIASA.

Kalau kita amati, seringkali tembok-tembok ditulisi: Ngebut, benjut; Yang Kencing disini hanyalah anjing; Daerah bebas narkotik; Dilarang buang sampah disini; dst… Dinegara maju yang masyarakatnya sudah mencapai religiositas, tulisan2 berisi ancaman dan aturan kasar semacam itu sudah tidak ada lagi, sebab aturan itu sudah tertulis dihati sanubari mereka semenjak dini/kecil, yaitu melalui pendidikan budi pekerti. Begitu pula dengan masalah agama, semakin bumi nusantara ini dipenuhi polusi suara yang keras dan hingar bingar tentang agama (Tabliq Aqbar, istigotsah, azan masjid, koor gereja, dsb.), kemudian orang2nya semakin gemar memakai atau memajang aksesori keagamaan (seringkali hanya untuk “sekedar sembunyi”), semakin menandakan bahwa masyarakatnya masih sekedar pandai berdoa dan sekedar bosa-basi agama (formalitas), namun tidak pandai melaksanakan ajaran agama. Siang maling atau korupsi, malam berdoa atau meditasi; para pegawai negeri yang mengaku abdi negara dan abdi masyarakat justru mempraktekan filosufi:”Mengapa harus dipermudah, kalau semuanya bisa dipersulit (agar keluar uangnya)?”. Agama sangat menjejukan dan memberikan rasa tentram dan kedamaian yang luar biasa terutama kepada para pelaku kelas berat: pelanggar HAM dan pelaku KKN. Agama memberikan citra bahwa Tuhan itu Maha Pengampun bagi para pelanggar HAM dan pelaku KKN (Maha Adil sengaja dilupakan!). Tidak heran agama menjadi tempat persembunyian yang ternikmat dan teraman bagi para pelanggar aturan ini, tidak heran agama menjadi laku keras sekali dinegara yang amburadul moralitasnya! Dan sayangnya, keamburadulan negara itu tetap tidak akan tertolong oleh maraknya agama. Coba amati, ucapan dan tindakan bangsa ini ternyata sangat kontras bedanya, alias hipokrit/munafik; nampak jelas bahwa semakin udara suatu bangsa penuh polusi doa puja-puji kepada Tuhan, semakin rusak moral bangsa itu. Lihatlah kelihaian para politisi tua Orde Baru dalam ber “agama”, kemudian lihatlah “track record” mereka. Alhamdulilah, seratus delapan puluh derajat bedanya! Dengan demikian, dapat kita katakan, apa yang terjadi di Indonesia adalah pelecehan agama, bukan penghormatan agama, apalagi pengamalan agama! Pelecehan agama sama saja dengan pelecehan Tuhan, ini akan menyebabkan kehancuran moral suatu bangsa dan murka Tuhan!

 

TESIS XII

AGAMA TIDAK AKAN BERGUNA APABILA RAKYATNYA MASIH LAPAR, MISKIN DAN BODOH.

Ada pedoman hidup yang klasik dan bagus: “Kenyang dulu baru ber falsafah”. Sebaik-baiknya ajaran agama, namun apabila perut umatnya kosong, yang terjadi adalah justru kriminalitas: kerusuhan dan kekerasan. Oleh sebab itu, agama perlu meniadakan sumber-segala sumber kemiskinan dulu, terutama kemiskinan struktural yang disengaja dan sengaja dibiarkan terjadi berkelanjutan oleh para politisi busuk; misalnya: gaji yang tidak layak dan tidak adil. Dirut BUMN terima 50 juta; sedangkan buruh/pns terendah terima 0,5 juta per bulan; rasio 1:100! Sistim penggajian yang berbeda antar departemen dan antar BUMN! Sistem gaji di Indonesia, yang bagaikan hutan belantara, telah menjadikan gap kekayaan yang luar biasa dan menjadikan sumber KKN. Kebodohan akan mengakibatkan kesempitan berfikir, kesempitan berfikir dapat disalah gunakan oleh pemuka agama yang berjiwa preman, hasil utama didikannya adalah kefanatikan, kefanatikan (mengklaim paling suci dan paling berhak atas surga!) akan mengakibatkan radikalism agama yang pada akhirnya akan menghasilkan terorisme! Kemiskinan dan kebodohan menyebabkan mudahnya umat untuk di cuci otak oleh pemuka agama preman, misalnya untuk melaksanakan: jihad (di agama Islam dapat berbentuk bom bunuh diri, sekaligus melakukan pembunuhan masal; sedangkan bunuh diri secara masal bentuk di agama Nasrani); semuanya dilakukan demi dalih masuk surga!PENUTUP
Kedunguan manusia telah mengubah ajaran suci Tuhan melalui para nabi menjadi belenggu bagi umat beragama. Dan sejarah juga sering menjadi saksi bagaimana penguasa politik, militer, birokrat, ekonom maupun pemuka agama bahu-membahu mendungukan manusia agar dapat dikuasai oleh ambisi-ambisi mereka.

 

Singkat kata: “kitab suci semua agama sangat terbatas, Tuhan maha tidak terbatas. Pemahaman akan Tuhan belum selesai dan tidak pernah akan selesai. Oleh sebab itu, janganlah kita menghina tuhan dengan mereduksi/memperkecil kemahabesaran Nya menjadi hanya satu buku yang sangat tipis sekali yang disebut kitab suci. Belajar agama harus sampai mencapai tingkat tertinggi yaitu religiositas! Manusia yang sudah mencapai derajat religiositas yang tinggi, sudah tidak lagi mementingkan wadahnya yaitu agama, melainkan lebih mementingkan isi (intisari/makna) suatu ajaran agama, dan ia tidak pernah berhenti untuk terus mencari Sang Kebenaran! Dan ia menjadi manusia bebas merdeka yang tidak tersekat-sekat lagi. Berbahagialah orang yang tidak beragama namun mempunyai religiositas yang tinggi/dalam, sebab ia akan bebas merdeka dimana saja, kapan saja, dilingkungan apa saja, sebab Tuhan akan selalu menyertai dia! Manusia religius tidak akan pernah: membatasi Tuhan sebatas agamanya, membatasi sesamanya atas dasar agamanya; sebab Tuhan adalah milik semua orang, baik yang beragama maupun yang tidak beragama – sebagaimana matahari diciptakan untuk semua manusia. Tuhan juga bukan masa lampau, melainkan lebih mengarah ke masa depan. Fakta sejarah juga telah menandaskan bahwa agama dapat diperalat menjadi sumber krisis etika, moral dan kebudayaan apabila dipolitisasi! Sayang sekali, kebebasan beragama di Indonesia termasuk semu, sebab agama2 baru, yang ternyata banyak sekali jumlahnya, dilarang masuk ke Indonesia (juga kebebasan untuk tidak beragama atau berkepercayaan)! Mungkin hal ini dikarenakan takut mengganggu kemapanan agama-agama yang sudah dahuluan masuk Indonesia.

 

 

**Penulis adalah Alumni IAIN Ar-Raniry Banda Aceh

 

 

28 Comments

  • agam assumatrani

    semua rasul dari adam sampai muhammad saw menyembah tuhan yang sama…. tapi memiliki syariat yang berbeda…..

    jadi kenapa aku beda…

    agam assumatrani

  • fajar

    Tulisan ini sama sekali tidak luarbiasa. Penulis mengkritik orang-orang yang hanya “meniru arab”, tapi penulis sendiri hanya mencomot pemikiran-pemikiran pembaharu agama barat. Penulis mengkritisi orang-orang yang mendewa-dewakan kitab suci dan nabi masa lampau, tapi penulis juga mendewakan “kemajuan” barat. Kenapa bangsa Indonesia tidak bisa mendefinisikan sendiri apa yang disebut maju, modern, sejahtera ? kenapa harus mengikut definisi sejahtera, modern, maju, dari barat sementara barat juga tidak kurang hipokritnya dari Indonesia ?

  • Aria7x7

    Assalamualaikum,
    Sungguh suatu kedalaman ilmu, dan keluasan pemahaman.
    Memanglah kalau “dicolokkan” ke sumber nya, air ilmu pengetahuan itu tidak akan pernah berhenti mengalir.

    (i’m back! :-))

  • PenGembara

    salam kenal saudaraku sekalian

    Tulisannya sangat bagus dan mengena., akan lebih mengena bila semua dapat di implementasikan, saya berhemat dari tulisan yang arif paparkan sangat menarik, kritikan harus lah dibarengi dengan solusi

    dalam kesufian, tak ada yang tak benar, bila telah ditempatkan pada tempatnya, dan pandangan tentang tuhan dan agama juga tak ada yang salah, menurut pemahaman dan penempatan nya sahaja yang mungkin kurang mengena

  • yudistira

    ya ……ya……. ya……
    tulisannya keren abiz….

    mudah2an banyak orang akan terbuka matanya dengan membaca tulisan ini….

    pesan untuk abang arif …
    hati2 kalau tulisan ini dibaca oleh mui ntar abang arif akan dicap sesat.
    heeeeeeeeee

    salam kenal untuk abang pengembara…..

    untuk sufi muda maju terus pantang mundur.

  • farid

    ——————————–
    salam kenal kembali t saudaraku Pengembara, sering2 lah singgah kemari agar sufimuda jadi berseri
    ——————————–

    ternyata cuman pancingan… supaya blognya rame…

  • sufimuda

    ++++++++++++++++++++++++++++++++++++
    ternyata cuman pancingan… supaya blognya rame…
    ++++++++++++++++++++++++++++++++++++

    kok sempit sekali pemikirannya, forum ini di khususkan untuk orang2 yang telah mendalami tasauf atau yang berkeinginan belajar tasauf bukan yang anti tasauf…

    Setelah 7 tahun saya mendalami thariqat barulah sampai kepada tahap Makrifatullah, barulah Tuhan itu bukan lagi menjadi spekulatif…

    Bagaimana mungkin anda bisa faham ilmu yang anda belum pelajari….

    Silahkan cari seorang Guru Mursyid, belajarlah tasawuf barulah anda nyambung kalau berkomentar….

  • za maulani

    freemasonry dan konspirasi rahasia rupanya sudah hampir berhasil mengapus agama, naudzubillah, yg menjadi kaki tangan secara tidak sadar justru saudara2 seiman sendiri 🙁

  • 10

    Sedikit pesan untuk saudara2ku Jangan terpancing dengan Seorang ulama yang pengikutnya banyak TApi timbanglah degan ilmu dhohir batin KARENA jaman dahulu kala SANG FIR,AUN pun pengikutnya banyak sekaliiiiiii tapi nyatanya……..

  • Bajher

    Ketika kita dianugerahi tabit ilmu yang sedikit dari Allah SWT, kemudian kita merasa bahwa sepertinya telah kita ketahui dari semua yang ada, namun sesungguhnya tentu kita hanya tahu sebutir dari hamparan pasir laut yang luas….. karena itu kemudian orang merasa bisa berkata sebagaimana dia telah mampu berbut apa saja…. padahal sesungguhnya ia tentu tak mampu melihat belakang kupingnya sendiri….. ayo… coba… kalau Ente… bisa….

  • mamo cemani gombong

    masya Alloh ………2 minggu off line banyak kali yang komentar beda pemahaman…..sebetulnya positif andai saling berbagi ilmu saling menerima kebenaran . bukan menghujat dan saling membuat setan tertawa …..

  • NS

    Tulisan yang kreatif dan membutuhkan kedalaman pemahaman berbagai bidang ilmu..
    Masukan : setelah begitu matangnya pemahaman tentang keadilan kemanusiaan dan budi pekerti.. pindah ke sisi Ruhani yang merdeka dan bebas yang didalamnya ada Ruh Al Haq yang Maha segala-galanya dan tak terhingga…sehingga membuahkan Akhlaqul karimah/budi pekerti luhur/religiositas yg tinggi/insan kamil…”Rahmatan Lil’alamin”

  • olin

    Smakin tinggi ilmu smakin sombong dan ngelantur ngomongnya dan smakin jauh dan smakin tidak kenal tuhan, dalam agama terutama islam dgn alquran dan hadistnya baginda rasul dan para ulama warisatul anbiya sdah diajarkan sgla macam syariat dan tuntunan utk umat manusia, jdi jgn agamanya yg di salah2in. Ttp manusianya,

  • get more followers on twitter

    Just wish to say your article is as astounding. The clearness in your post
    is simply cool and i can assume you’re an expert on this subject. Fine with your permission allow me to grab your feed to keep up to date with forthcoming post. Thanks a million and please continue the gratifying work. get more followers on twitter it will be a really smart financial commitment for ones small business.
    you can easily how to get twitter followers, Fb fans/likes in addition to Metacafe views along with comments.

  • A hafid ghazali

    Assalamu’alaikum wr wb
    asumsi saya penulis tesis ini adl orang yg frustasi melihat keadaan ummat yg dia jumpai dan juga kurang memahami islam sbg agama, sungguh ironi alumni IAIN kurang memahami dan sempit pandangannya ttg islam tp tdk apa2 krn mayoritas orang islam spt itu. bukankah anda tau islam itu universal dan rahmatan lil ‘alamin? mmg Tuhan tdk akan memaksa anda unt meyakini islam bahkan Tuhan membebaskan anda unt beragama atau tidak tp jangan salahkan Tuhan kalau nanti anda masuk neraka krn salah pilih agama atau malah tdk beragama, krn anda sdh dikaruniai akal dan hati nurani atas berbagai alternatif kehidupan saran saya ikutilah jejak Bang SM agar bisa meraih makrifatullah didunia ini sehingga tdk lagi gamang dlm berTuhan dan beragama….. salaam kenal buat Bang SUFIMUDA…
    Wassalamualaikum wr wb

Tinggalkan Balasan

Eksplorasi konten lain dari Sufi Muda

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca